Tulisan dengan judul yang sama muncul di Kompas hari ini (Jumat,11/9), ditulis oleh pakar investasi, Ryan Filbert. Sayangnya tulisan tersebut hampir tidak menjawab dengan baik pertanyaan yang menjadi judul artikelnya. Artikel tersebut malah kepleset dan membahas secara khusus tentang manfaat investasi pasar modal, serta potensi pasar modal Indonesia yang memiliki trend positip selama ini.
Mengenai kurangnya investor lokal di pasar modal, Ryan menangkis anggapan bahwa pemerintah kurang sosialisasi. Di bagian akhir, Ryan menyebut perilaku masyarakat yang cenderung mengharap hasil instan serta gaya hidup konsumtif yang membuat investasi pasar modal menjadi tidak menarik. Maklum pasar modal, meski berpotensi menguntungkan, tetapi juga memiliki ketidakpastian dan membutuhkan waktu serta proses.
Selain kedua poin di atas, dalam sudut pandang kami, ada beberapa hal yang membuat investasi pasar modal belum begitu dikenal masyarakat Indonesia, antara lain:
- Tingkat kepercayaan terhadap institusi keuangan belum optimal. Bagaimana mau berbicara pasar modal jika masalah mendasar saja seperti menabung, berurusan dengan bank belum memadai. Berita miring seputar perbankan masih hangat. Mulai dari kasus Bank Century yang masih diulas hingga kini, sampai aksi pembobolan dana nasabah, penipuan atm/kartu kredit dan sebagainya yang masih lumrah terjadi saat ini. Hal ini sedikit banyak mengganggu kepercayaan yang diperjuangkan selama ini.
- Sosialisasi pasar modal, harus diakui sangat rendah dan terkadang hanya terpusat di kota besar terutama pulau Jawa dan terkadang hanya seremonial belaka dan tidak berkesinambungan. Selain itu infrastruktur pendukung investasi juga tidak menyebar merata. Informasi relevan dan produk pasar modal harusnya bisa diakses dengan mudah oleh segala lapisan masyarakat, minimal yang sudah memiliki tabungan.
- Prosedur berinvestasi di pasar modal masih sedikit berbelit. Maklum saja, isian formulirnya cukup tebal dan harus berkaitan dengan banyak pihak, termasuk penggunaan IT dalam bertransaksi. Masyarakat lupa bahwa prinsip kehati-hatian dan sedikit kerumitan sebetulnya lebih menjamin keamanan mereka sendiri.
- Adanya anggapan kuat di masyarakat bahwa investasi saham dan sejenisnya merupakan judi dan melanggar aturan agama. Investasi saham juga dianggap sebagai usaha spekulasi yang penuh bahaya dan resiko sehingga sebaiknya dijauhi.
- Masyarakat Indonesia belum terbiasa dengan investasi yang tak kelihatan. Bagi sebagian masyarakat Indonesia, bisnis atau investasi itu harusnya aktif dilakukan dan terlihat secara fisik. Makanya mereka lebih mudah menerima pilihan investasi emas, membuka usaha, berinvestasi properti dan sebagainya, meski mahal dan perlu modal besar. Investasi saham dianggap mengharap hasil kerja buta, sehingga dipandang sebagai spekulasi semata.
- Investasi saham dan sejenisnya masih dianggap “hanya untuk kalangan tertentu,” terlalu sulit, memerlukan pengetahuan khusus, dan perlu modal besar dan sebagainya. Angapan-anggapan inilah yang merintangi masyarakat mereguk potensi keuntungan pasar modal, sekaligus menjadi tantangan bagi otoritas pemerintah.
- Sifat serakah dan kurang sabar, membuat masyarakat sering terjebak dan memilih tawaran investasi bodong yang marak ditawarkan secara masif hingga saat ini. Padahal sudah jelas bahwa tawaran tersebut terlalu muluk, tetapi karena ketidaktahuan ataulah keserakahan maka masyarakat lebih memilih investasi yang berbahaya. Investasi legal pun kalah populer dibanding investasi bodong.
Bagi Anda yang berniat berinvestasi di pasar modal, jangan tunda atau menunggu sampai kaya. Investasi pasar modal bisa dimulai dengan modal Rp100 ribu kok. Tidak percaya? Mulailah belajar informasi awal tentang investasi saham atau investasi reksadana. (Pic credit: Expertbeacon.com)
Menurut saya om sebagai investor ritel supaya jumlah investor cepat berkembang pemerintah harus serius sosialisasikan ke masyarakat, dan tidak sampai disitu saja pemerintah juga harus membuat payung hukum untuk melindungi investor2. karena menurut pengalaman saya, banyak kucing2 garong berkeliaran di bursa efek, goreng menggoreng saham masih mending goreng telor. disini pemerintah harus benar2 ada perlindungan ke investor. jadi jangan harap bursa efek bisa berkembang kalo yang didalamnya tidak diberesin.