Rupiah Anjlok, Biasa aja kali !

Penurunan nilai Rupiah yang terjadi belakangan ini mengundang kekuatiran akan terulangnya krisis ekonomi tahun 1998 yang merontokkan ekonomi Indonesia sehingga membawa dampak yang masih bisa dirasakan hingga kini. Banyak analisa yang bermunculan seolah Indonesi asudah diambang krisis sehingga perlu dilakukan langkah-langkah ekstrim, masyarakat perlu waspada dan sebagainya. Apa iya memang demikian?Ternyata, kondisi Indonesia tidaklah seburuk yang disangkakan banyak pihak. Penurunan nilai mata uang tidak terjadi di Indonesia saja, melainkan di banyak negara termasuk sejumlah negara Asia. Mata uang Malaysia bahkan menjadi mata uang dengan penurunan terbesar di Asia, terpuruk sampai 31%! Lihat juga krisis ekonomi Yunani yang juga dirasakan oleh kawasan Eropa membuat area ini lesu berbelanja. Padahal Eropa merupakan salah satu tujuan jualan kita. Demikian juga Amerika dan China menurun impornya. Penurunan penjualan (ekspor) Indonesia, jelas membuat pemasukan berkurang.Pertumbuhan global turun dari 3,8 menjadi hanya sekitar 3,3. Angka ini jelas berpengaruh ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Tetapi pemerintah Indonesia bukan berarti tidak berbuat apa-apa. Salah satunya pemerintah menggenjot belanja infrastruktur yang dananya tersedia luar biasa besar yaitu lebih Rp 290 triliun! Tahun depan sudah dianggarkan juga peningkatan dan anggaran infrastruktur sebesar Rp330 triliun. Belum lagi belanja pemerintah. Bayangkan jika dana ini terserap ke dalam ekonomi kita melalui belanja bahan bangunan, bahan bakar, pengoperasian alat berat, pembelian berbagai aneka barang, sampai pembayaran gaji buruh, penyediaan nasi bungkus untuk para tukang, petani penghasil pangan, nelayan, peternak dan seterusnya.

Selain itu pemerintah juga segera akan membuat deregulasi besar-besaran untuk mempercepat pembangunan dan mendatangkan investor agar ekonomi makin kencang. Revolusi birokrasi memang diperlukan untuk memangkas kebuntuan dan memberi jalan pada guliran roda dunia usaha.

Supaya Rupiah lebih stabil, penggunaan dollar juga ditekan. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap dollar yang sering mempermainkan ekonomi, semua pihak didorong untuk mengurangi konsumsi barang impor. Jika produk serupa bisa diproduksi dalam negeri, kenapa mesti impor.

Namun di sisi lain, penurunan nilai Rupiah sebenarnya menjadi berkah bagi mereka yang mendapatkan rezeki dari komoditi yang diekspor, Tidak heran bila para petani kakao, nelayan pengusaha rumput laut, dan aneka produsen barang ekspor justru panen rezeki. Rupiah turun tetap membawa berkah.

Tidak heran bila komentar-komentar baik pun datang dari berbagai pihak. Presiden Jokowi sendiri berkali-kali mengingatkan bahwa kita sebagai bangsa yang besar harus selalu optimis. Kita bisa mengatasi masalah-masalah ini bersama.

Hal senada diungkapkan Anggota Badan Legislasi Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno“Kita tidak perlu lebay, karena kadang kondisi seperti ini ditumpangi kepentingan politik,” kata Hendrawan optimis dalam sebuah diskusi ekonomi di Jakarta, Rabu malam (26/8/2015). Ia meminta masyarakat untuk menaruh kepercayaan pada langkah-langkah yang telah dilakukan pemerintah.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo pun mengoreksi pemahaman keliru masyarakat yang kuatir berlebihan. Ia menekankan bahwa tidak benar Indonesia sedang krisis. Berbeda dengan situasi tahun 1998, saat ini pondasi ekonomi Indonesia jauh lebih kuat. Hal ini terlihat dari perbaikan berbagai indikator ekonomi Indonesia seperti inflasi, capital inflow, bagaimana neraca perdagangan. Inflasi saat ini sudah turun ke 4 persen, padahal sebelumnya 8 persen. Defisit transaksi berjalan hanya 2,1 persen, sementara sebelumnya 4,2 persen. Demikian juga neraca perdagangan sampai dengan tahun lalu masih defisit, tetapi sejak Januari 2015 sudah surplus.

“Jangan dikira Indonesia saat ini ada di tahap krisis. Yang bisa dikatakan krisis itu dunia karena pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,8 persen menurun jadi 3,5 persen, lalu jadi 3,3 persen. Itu terlalu rendah dan membawa dampak kepada Indonesia,” ujar Agus Martowardojo di Kantor BI, Jakarta, Kamis (27/8/2015) sebagaimana dilansir Kompas.

Jadi, tidak ada alasan untuk kuatir yang berlebihan.

Anda punya masukan, informasi atau komentar? Sampaikan di sini..

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: