Mengunjungi Makassar bersama keluarga dengan waktu terbatas, bisa-bisa hanya menyisakan kepenatan untuk dibawa pulang. Namun perjalanan kami kali ini berbeda. Disela waktu luang, kami memiliki 4 jam tersisa sebelum kembali ke bandara Hasanuddin untuk check in.
Kami memutuskan untuk menyeberang ke Tanjung Bunga, sebuah kawasan kota baru yang dibangun di atas laut dan bekas rawa. Jalan masuknya tepat di sisi pantai Losari yang legendaris. Kawasan Tanjung Bunga diarahkan menjadi kota mandiri nan modern, serupa BSD City di Tangerang. Kawasan ini dibangun oleh Group Lippo dan sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas termasuk RS Siloam. Tepat di depan pantai Losari, Group Ciputra juga sedang membuat pulau baru untuk mengembangkan superblok seluas 157 hektare.

Wajib berfoto di depan sini.
Tetapi ini bukan saatnya untuk berbicara tentang bisnis properti, melainkan bagaimana meghabiskan waktu singkat di Makassar yang pas di kantong dan pas di hati. Ternyata rekan yang baik hati membawa kami ke Trans Mall Makassar. Mendengar kata Trans, tentu terbayang wajah konglomerat Chairul Tanjung dengan merk-merknya seperti TransGroup, Bank Mega, Carrefour, dan seterusnya.
TransMall Makassar berpenampilan cukup modern, lapang, dan bersih. Saya mensejajarkannya dengan banyak mall ternama Indonesia yang resik besutan nama besar seperti Summarecon atau Agung Podomoro Group. Kalau mau diadu dengan mall-mall di Washington DC atau The Strand Shopping Mall di Sydney juga boleh.
Yang menarik adalah di dalam kawasan Mall ini terdapat Trans Studio, sebuah arena permainan indoor yang sangat luas. Tidak sabar kami menghambur ke dalam arena Trans Studio. Harga karcis biasanya Rp100 ribu, tetapi hari itu ternyata menjadi Rp200 ribu. Kok bisa? Rupanya si pesulap Cosentino, sang jawara Australian Got Talent lagi show di Trans Studio sampai tanggal 3 Januari 2016.
Namanya juga arena permainan, isinya banyak permainan ala Ancol dan Dufan yang akan segera memompa keceriaan anggota keluarga. Bedanya, di Trans Mall cukup beli karcis satu kali sudah bisa memainkan segalanya, termasuk menonton film 4D dengan tema yang berganti-ganti sesuai trend. Tontonan kami kali ini adalah kisah para American Hero.
Ah, dimana rasa Singapore-nya?
Tentu saja sudah terlihat sejak melangkahkan kaki ke area Trans Studio yang disulap bagaikan kota kecil lengkap dengan jalanannya yang permai, lampu-lampu bergelantungan cantik, pernak-pernik yang digelar sedemikian seakan bukan di bumi Indonesia. Jalan-jalan lengang laksana Orchard Road, tanpa kuatir diseruduk angkot atau motor. Semuanya dalam arena tertutup yang sejuk, tanpa perlu panas-panasan atau kehujanan.
Apalagi saat kami berkunjung masih dalam suasana natal. Pohon natal besar dominan putih menyambut di gerbang, Lampu-lampu yang berlantungan serta atap dipenuhi “salju” menyiratkan romantisme Eropa.Segala pojok bisa menjadi tempat yang cakep untuk update foto profil. Instumental natal berdentang tak henti. Tiba-tiba Santa Claus dan rombonganya yang cantik-cantik menyeruak di jalanan Trans Studio, Mereka berbaur dengan para “bintang Hollywood” seperti Marilyn Monroe, Charlie Chaplin, Elvis Presley, dan Michael Jackson dalam street performance kejutan. Sontak mereka diserbu pengunjung. Selain berebut hadiah, selfie bersama para bintang Hollywood pasti sayang untuk dilewatkan.
Sayup-sayup di kejauhan jeritan pengunjung disentak roller coaster yang melaju meliuk-liuk. Namun anak-anak sepertinya tidak ingin melewatkan aksi sulap Cosentino. Sore itu ia membawakan sejumah trik sulap dan diakhiri dengan aksi membebaskan diri dalam hitungan detik. Jika terlambat sedikit saja, 16 pisau tajam siap terayun menerobos kepalanya. Dan ia menjalankan aksinya dengan apik, seperti biasa.
Di penghujung waktu, rasa lapar mendera. Sayangnya, hanya terdapat dua pilihan tempat makan di arena ini. Menunya pun sangat umum, rasa yang mudah ditemukan dimanapun. Bila lidah mencari rasa Makassar atau Sulawesi, jelas tidak akan menemukannya di Trans Studio. Tapi tak mengapa. Disaat anak-anak makan, saya dan istri lebih memilih menyeruput capucino dan hot chocolate di The Coffee Bean, tak jauh dari pintu masuk Trans Studio.
Tak terasa kami sudah harus meluncur kembali ke bandara. Kamera sudah penuh aksi perjalanan singkat di Singapore, eh Trans Studio Makassar. (ALs)
Anda punya masukan, informasi atau komentar? Sampaikan di sini..