Perdagangan saham tahun baru 2016 belum genap seminggu, bursa-bursa efek di dunia sudah dibuat kalang kabut. Kejutan terbaru datang dari bursa China yang anjlok tujuh persen berturut-turut dalam beberapa hari. Bahkan, kemarin (Kamis, 7 Januari 2015), bursa China harus disuspen karena turun tujuh persen dalam tempo 15 menit perdagangan saja.
Dampaknya cukup dahsyat. Pasar saham global seperti dilansir CNBC telah kehilangan triliunan dolar. Indeks S&P global market yang memantau indeks saham secara global tercatat telah kehilangan market value senilai US$2,23 triliiun atau sekitar Rp 31.220 triliun (dengan kurs Rp14.000 per dolar)
Sebagai gambaran, APBN Indonesia 2016 mencapai Rp2.095 triliun. Angka ini hanya senilai $150,84 miliar atau kurang dari 1/14 nilai yang hilang di bursa global.
Penurunan nilai ini disebabkan beberapa hal. Turunnya bursa China, jatuhnya harga minyak dunia, situasi geopolitik yang memanas saling berkontribusi satu sama lain di seluruh dunia.
Indeks S&P harus bertahan dalam empat hari pertama terberat pada awal tahun. Indeks jatuh hingga hampir lima persen. Indeks Composite Shanghai sudah jatuh 15 persen pada minggu ini, indeks DAX Jerman juga sudah turun 7 persen dalam satu minggu. Dalam kurun waktu yang sama, bursa saham Indonesia juga bergerak negatif dengan penurunan IHSG sebesar 1,36% ke 4530,45 (07/01) dibandingkan posisi IHSG akhir tahun lalu 4593 (30/12).
Menanggapi gejala ekonomi global saat ini, investor kawakan George Soros mengingatkan para investor untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan.
Dalam sebuah forum ekonomi di Kolombo (Sri Langka), Kamis 7 Januari 2016, Soros menganalisa bahwa China saat ini sedang berusaha untuk mencari model pertumbuhan baru dan kebijakan devaluasinya menjadi masalah bagi sebagian besar negara-negara di dunia. Suku bunga positif—setelah The Fed menaikkan bunga acuan—merupakan tantangan bagi negara-negara berkembang, katanya. Di mata Soros kondisi saat ini mempunyai kemiripan dengan krisis keuangan 1998.
Pendapat Soros belakangan menjadi rujukan investor mengingat kepiawaiannya dalam berinvestasi. Perusahaan hedge fund milik Soros meraup keuntungan rata-rata 20 persen tahun selama 1969 – 2011. Berdasarkan Bloomberg Billionaires Index, nilai kekayaan Soros mencapai US$ 27,3 miliar (sekitar Rp 391 triliun). Ditengah krisis keuangan 1998, Soros justru menangguk untung besar ditengah kejatuhan hampir semua mata uang Asia, termasuk Indonesia. dimana semua.
Anda punya masukan, informasi atau komentar? Sampaikan di sini..