
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan Sulawesi Bagian Utara memberikan fasilitas kawasan berikat guna mendorong pertumbuhan industri dan ekspor di wilayah itu. Kepala Kantor Wilayah DJBC Sulawesi Bagian Utara, Erwin Situmorang menegaskan bahwa fasilitasi kawasan berikat, sebagaimana yang diberikan kepada PT Kether Coco Bio, merupakan salah satu bentuk nyata kehadiran negara dalam mendorong tumbuhnya industri.
Kehadiran fasilitas ini diharapkan membawa dampak positif yang langsung dirasakan masyarakat serta memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi daerah Sulawesi Utara.
Erwin Situmorang, Kanwil Bea Cukai Sulbagtara
Manfaat fasilitas kawasan berikat dari Kementerian Keuangan antara lain berupa fasilitas fiskal berupa penangguhan bea masuk, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), sehingga sangat membantu cash flow perusahaan. Selain itu, perusahaan makin efisien karena pemeriksaan fisik barang impor tidak perlu dilakukan di pelabuhan melainkan di lokasi perusahaan.
Pemberian fasilitas ini dilakukan disela acara pelepasan ekspor perdana 10 kontainer santan kelapa milik PT Kether Coco Bio ke Tiongkok.
Perwakilan PT Kether Coco Bio, Edi Gunawan menjelaskan bahwa perusahaan ini merupakan industri pengolah kelapa dengan produk utama santan beku untuk pasar ekspor. Hingga saat ini, investasi yang telah ditanamkan mencapai sekitar 50 juta dolar AS (Rp800 miliar), dengan pekerja sekitar 110 orang yang sebagian besar merupakan masyarakat lokal.
Edi Gunawan menyampaikan apresiasi kepada pemerintah yang menyetujui pemberian fasilitas kawasan berikat melalui Kanwil Bea Cukai Sulawesi Bagian Utara.
Dengan fasilitas Kawasan Berikat, kami semakin yakin untuk berkomitmen investasi total sampai 100 juta dolar AS atau sekitar Rp1,6 triliun untuk mencapai target ekspor minimal 100 kontainer per bulan dan tenaga kerja 500 orang. Bea Cukai sangat cepat memproses kebutuhan kami.
Edi Gunawan, Perwakilan PT Kether Coco Bio,
Wakil Gubernur Sulawesi Utara Victor Mailangkay memberikan apresiasi kepada pimpinan PT Kether Coco Bio yang berani berinvestasi dan menunjukkan komitmen kuat mendukung ekonomi Sulawesi Utara serta menyampaikan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang telah bergerak cepat dalam mendukung serta memfasilitasi investasi daerah.
Saat ini tercatat 16 perusahaan pengolahan kelapa di Sulawesi Utara dan 12 diantaranya telah melakukan ekspor. Data Bea Cukai menunjukkan ekspor produk kelapa kita pada tahun 2024 sudah mencapai 21,12 juta dolar AS dan di tahun 2025 sampai dengan bulan Agustus sudah saja mencapai 24,65 juta dolar AS. Ini potensi yang luar biasa bagi daerah kita.
Dr. Victor Mailangkay, Wakil Gubernur Sulawesi Utara
Wakil Gubernur menekankan bahwa program hilirisasi komoditas pertanian harus terus didorong dengan menempatkan petani sebagai salah satu pilar utama. Oleh karena itu, ia mengajak semua tingkatan pemerintahan untuk memberikan dukungan dan fasilitasi demi kemajuan industri lokal.
Lalu bagaimana cara mendapatkan fasilitas Kawasan Berikat?
Kepala Bagian Fasilitas Kepabeanan dan Cukai, Adeltus Lolok menjelaskan bahwa fasilitas kawasan berikat pada dasarnya sangat mudah diperoleh dan diperuntukkan terutama bagi perusahaan berorientasi ekspor.
Fasilitas Kawasan Berikat dapat diajukan melalui Kantor Bea Cukai terdekat. Persyaratannya cukup mudah, salah satunya adalah perusahaan wajib memiliki sistem pencatatan yang terhubung online dengan Bea Cukai. Prosesnya cepat, tidak dipungut bayaran. Selanjutnya persetujuan fasilitas Kawasan Berikat dari Menteri Keuangan akan diperoleh perusahaan melalui Kepala Kanwil Bea Cukai setempat. Jadi lebih simple prosesnya.
Adeltus Lolok, Kabid Fasilitas Kepabeanan dan Cukai, Kanwil Sulbagtara
PERMASALAHAN HAMBATAN EKSPOR SULAWESI UTARA
Lebih jauh, Wakil Gubernur menekankan, program hilirisasi komoditas pertanian harus terus didorong dengan menempatkan petani sebagai salah satu pilar utama. Karena itu, ia mengajak semua tingkatan pemerintahan untuk memberikan dukungan dan fasilitasi demi kemajuan industri lokal.
Baik pihak perusahaan maupun pemerintah daerah menyoroti dua tantangan utama yang harus segera ditangani. Pertama adalah ketersediaan bahan baku kelapa. Banyak tanaman kelapa di Sulawesi Utara yang sudah tua dan tidak produktif. Karena itu, program peremajaan kelapa dinilai mendesak agar industri pengolahan kelapa dapat berkelanjutan. Kedua adalah konektivitas logistik.
Masalah kedua adalah saat ini Sulawesi Utara belum memiliki jalur pelayaran langsung (direct call) dari Pelabuhan Bitung ke Tiongkok. Ini membuat waktu pengiriman mencapai 30 hari, sehingga sangat mempengaruhi biaya logistik serta kualitas produk. Dengan adalnya direct call jarak tempuh Bitung ke China hanya 5–7 hari sehingga akan sangat menguntungkan bagi pengembangan ekspor Sulawesi Utara.
PT Kether Coco Bio optimistis langkah awal ini akan membawa manfaat besar bagi masyarakat Sulawesi Utara sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam perdagangan global produk kelapa.(AL)
Anda punya masukan, informasi atau komentar? Sampaikan di sini..